Dr. Hawkins, dalam bukunya Power vs Force, mendapatkan Peace di peringkat dua sebagai hasil risetnya tentang kesadaran manusia. Peace berada di atas Love dan Joy, serta satu tingkat di bawah posisi teratas, Englightment.
Englightment, konon hanya dapat dicapai oleh manusia-manusia extraordinary, setingkat nabi misalnya. Tetapi Peace, seharusnya dapat diupayakan oleh banyak orang.
Mendapatkan Peace di tengah-tengah kesibukan dan keruwetan dunia ini tidak mudah, lebih-lebih di tengah pandemi. Mungkin itu sebabnya, kelas-kelas meditasi dan mindful menanjak happening lagi saat pandemi.
Meski tak mudah didapatkan, Peace jadi piranti istimewa saat bertahan di tengah krisis, bahkan mampu membuat seseorang berlari kencang menembus krisis.
Bayangkan seorang nahkoda kapal, yang kapalnya dihempas gelombang badai bergulung-gulung. Nahkoda itu butuh tetap tenang, damai, supaya dapat mengendalikan kapalnya.
Amati pembalap Formula 1, yang melaju dengan kecepatan 350 km/jam, bahkan lebih. Terburu-buru dan tergesa-gesa tidak ada dalam kamus si pembalap. Di tengah-tengah mobil yang melaju secepat kilat itu, dirinya butuh tetap tenang, damai, dan solid dengan dirinya sendiri.
Peace ternyata bisa dibiasakan. Pernah ketemu klien, yang setiap memulai dan mengakhiri meeting selalu mengajak kita untuk berdiam diri sejenak, tarik napas keluarkan napas, menenangkan. “Supaya kita terlatih untuk merasakan right here, right now, Pak”, kata mereka.
Merasakan right here, right now, memudahkan kita mendapatkan ketenangan dan kedamaian.
Peace be upon you.