Bayangkan Anda sedang menderita suatu penyakit, batuk dan demam yang ringan saja, dan Anda pergi ke dokter. Setelah 10 menit memeriksa diri Anda, sang dokter memberikan sejumlah resep. Terlilhat, tidak banyak obat-obatan yang harus Anda beli. Dan Anda bertanya kepada dokter tersebut, “Dok, kalau saya meminum obat-obatan ini, apakah ada jaminan di kemudian hari saya tidak akan sakit seperti ini lagi?”
Kira-kira menurut Anda, apa jawaban sang dokter?
Saya yakin, sebagian besar dokter tak ada yang berani memberikan jaminan bahwa Anda tidak akan sakit lagi. Tetapi saya pernah menjumpai seorang dokter, yang saya beri pertanyaan tersebut, dan sambil tersenyum dia menjawab, “Bisa, Pak. Pak Indra nggak mungkin sakit lagi. Dengan catatan, Bapak menjaga pola makan, pola istirahat, dan berolahraga secara teratur seperti yang saya sarankan. Tetapi bila Bapak melanggar salah satu dari ketiga hal itu, kemungkinan besar Bapak akan sakit lagi….”
Dokter tersebut benar sekali. Meski yang dikatakan hal yang normatif, tetapi nilai kebenarannya tinggi sekali. Selama saya menjaga pola makan, istirahat dan olahraga teratur, kecil kemungkinannya saya akan jatuh sakit. Dan hal ini berlaku bukan saja untuk diri saya, tetapi juga untuk semua orang.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana saya dapat konsisten menjaga pola makan, istirahat dan olahraga tersebut?
Pertanyaan yang sama juga menghujani kepala banyak orang, untuk dapat konsisten pada hal-hal positif yang dikehendakinya, entah untuk menjawab tantangan personal maupun profesional.
Hal sederhana yang sering terlupakan sebagai pembentuk konsistensi perilaku adalah tujuan. Banyak orang tidak dapat konsisten dengan perilakunya karena mereka melupakan tujuan yang menjadi pendorong perilaku. Misalnya, seseorang yang mempunyai tujuan untuk menurunkan berat badannya, sehingga dirinya mulai rajin berolah raga. Seminggu hingga dua minggu pertama, orang tersebut rajin sekali berolah raga. Tetapi menginjak minggu ketiga, saat orang itu sudah “lupa” tujuan awalnya berolah raga, tiba-tiba rasa malas menerpa.
Itulah sebabnya, setiap orang perlu diingatkan kembali akan tujuan yang dimiliki sebelum dia melakukan perilaku-perilaku tertentu. Proses mengingatkan tujuan tersebut bisa terjadi puluhan kali, ratusan kali, bahkan ribuan kali, hingga tujuannya dapat tercapai. Dia perlu rajin mem-briefing dirinya sendiri akan tujuan yang hendak dicapai. Itu sebabnya ada teknik-teknik afirmasi, visualisasi atau sugesti diri untuk mengingatkan seseorang akan tujuan besarnya.
Semakin orang sadar bahwa perilakunya hanya merupakan sarana atau kendaraan untuk mencapai tujuan tertentu, semakin dia mudah konsisten terhadap perilakunya. Dia tidak akan berhenti hingga tujuannya tercapai. Orang berhenti dengan perilakunya, karena dia lupa dengan tujuan yang hendak dikejar. Ibarat seorang pelari, dia lupa dengan garis finish-nya.
James Clear, dalam bukunya “Atomic Habits” menguraikan tentang penelitian di tahun 2001 di Inggris, terhadap 248 orang yang ingin membangun kebiasaan olah raga. Orang-orang tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, hanya ditanya seberapa sering mereka berolahraga. Kelompok kedua, diminta mencatat latihan mereka, membaca buku atau literatur tentang manfaat olah raga, dan diterangkan bagaimana olah raga dapat meningkatkan kesehatan. Kelompok ketiga, selain memperoleh presentasi yang sama dengan kelompok kedua, diminta juga untuk merumuskan rencana tentang kapan dan dimana mereka akan berolahraga.
Kelompok ketiga ini diminta menuntaskan kalimat, “Minggu ini aku akan melakukan olahraga minimal 30 menit pada [ hari ], [ jam ], [ tempat ].”
Hasil dari penelitian tersebut, di kelompok pertama 35%-nya berolahraga, kelompok kedua 38%-nya berolahraga, dan kelompok ketiga 91%-nya menjadi rajin berolahraga. Persentase dari kelompok ketiga ini melebihi dua kali lipat dari persentase kelompok kedua.
Dengan kata lain, menurut hasil penelitian tersebut motivasi memang dapat meningkatkan konsistensi dalam berolahraga, tetapi motivasi yang diikuti dengan action plan yang jelas memperbesar konsistensi tersebut.
Sering kali, kita hanya memberikan gambaran umum yang abstrak tentang niat kita, tanpa diikuti action plan yang solid. “Aku ingin lebih produktif”, “Aku ingin bekerja keras”, “Aku ingin lebih sehat”, tanpa ada action plan yang jelas apa yang dimaksud dengan “produktif”, “kerja keras” dan “sehat” di atas.
Ketidakjelasan ini membuat langkah-langkah konsistensi kita menjadi lemah. Atau, kalaupun kita pernah memulainya, mendadak akan berhenti dengan sendirinya. Dengan action plan, kita menyediakan waktu dan ruang yang jelas dalam setiap kehidupan kita, untuk punya perilaku positif.
Action plan solid yang kita buat, membuat kita mampu menciptakan bukan saja perilaku-perilaku positif yang konsisten dalam hidup kita, melainkan juga kebiasaan-kebiasaan positif. Kebiasaanlah yang menjaga kita tetap berada dalam jalur yang tepat.
“Motivation is what you get started. Habit is what keep you going” ( Jim Rohn ).
Untuk meningkatkan pembangan pertumbuhan soft skills yang optimal, Indra Dewanto yang merupakan Leadership & Business Coach menyediakan pelatihan secara offline ataupun online, info selengkapnya dapat di lihat di https://indradewanto.com/events/
Jangan lupa follow Instagram kami https://www.instagram.com/energipersona/
Fill the Form to Download